Oleh A.Halim R.
YANG namanya “zaman jahiliyah“ bukan hanya pernah dialami oleh bangsa Arab, tetapi juga oleh Mat Belatong.
Bahkan bukan hanya sekadar “jahil“ tetapi seringkali Mat Belatong menjadi bangsanya “jin dan setan“. Jadi dia tahu benar barang apa yang paling disukai oleh jin dan setan. Paling tidak, barang-barang apa yang paling sering disuguhkan oleh manusia kepada mahluk-mahluk tersebut dalam bentuk ancak atau sesajenan, atau ada pula yang menyebutnya “buang-buang “.
Dalam sebuah ancak yang biasanya digantungkan pada sepotong kayu, umumnya “sopui“ yang diberikan berupa: nasi kuning, panggang ayam, sirih yang telah dikemas lengkap dengan kapur, gambir, dan pinang. Tak lupa pula: rokok daun nipah, lengkap pula dengan tembakau tepek (jawa) untuk susur atau sugi!
Kalau di tempat yang agak lapang dan dianggap ada “penunggunya“, tak jarang dihamburkan orang beras kuning bercampur duit logam.
Dan ada pula yang namanya “lanting ajong“ yang terbuat dari batang pisang, lalu dibuatkan seperti rumah-rumahan di atasnya. Di dalamnya, dimuat pula barang-barang seperti tersebut di atas. Dan biasanya nasi kuning dibentuk seperti sosok manusia yang terbaring. Dan di lanting ajong itu sangat sering ditambatkan seekor atau dua ekor ayam jantan hidup! Karena namanya juga “lanting“ maka “buang-buang“ seperti itu biasanya dihanyutkan di sungai!
Ragam lain dari perbuatan manusia untuk “nyopui“ bangsa jin dan setan adalah, menyuguhkan aneka ragam bunga, bahkan menyuguhkan kepala kambing, sapi atau kerbau. Biasanya dilabuhkan di muara sungai ataupun ditanam di dalam tanah di lubang tiang jembatan!
Dulu, Mat Belatong dan kawan-kawan sebayanya, tingkat budak-budak dan remaja tanggung, sering benar mengintai, tatkala orang memberikan sesajian itu.
Begitu si pemberi sajian pergi, kawanan “setan“ Mat Belatong Cs langsung menyerbu! Biasanya yang menjadi sasaran utama adalah ayam panggang! Termasuk duit logam, terkadang tertemu juga dengan lembaran rupiah kertas.
Dan bila melihat lanting ajong hanyut di sungai, Mat belatong bergegas membuka tali sampan lalu menyerbunya. Terkadang juga langsung buka celana dan baju, melabor ke sungai, berenang mengejar rakit-rakitan itu! Yang paling diincar, ya ayam jago itu! Tak jarang Mat Belatong Cs kecewa, karena lanting telah kosong. Ayamnya telah disikat oleh “jin dan setan“ di sebelah hulu!
Pemberian sopui kepada “jin dan setan“ itu tampak oleh Mat Belatong masih ada berlangsung hingga sekarang.
Sering terlihat bahwa barang yang diberikan itu, ya kebanyakannya masih barang-barang “kuno“ seperti itu.
Mat Belatong berpikir, padahal bangsa “jin dan setan“ juga ikut maju sesuai dengan perkembangan zaman. Selera “jin dan setan“ juga berubah.
Hal ini bisa dibuktikan. Cobalah ancak itu diisi: nasi kuning diganti dengan pizza, dunkin donat, Mac Donald. Ayam panggang diganti dengan fried chiken, rokok daun nipah diganti dengan 1-2 slop LA ataupun Wismilak. Duit juga semestinya bukan lagi duit logam dan recehan tapi duit lembaran 25 – 50-an ribu rupiah, ataupun cheque. Sedangkan kepala kambing atau sapi, sebaiknya diganti saja dengan kambing guling atau steak! Sebab betapapun juga lior budak-budak, eh “jin dan setan“, telah berubah mengikuti perkembangan zaman. Keperluan, dan harga barang juga terus meningkat!
Dan tatkala barang-barang serupa itu yang “disajikan“ niscaya ranap seketika, begitu “orang pintar“ yang melakukan upacara sesajenan meninggalkan tempat.
Untuk “jin dan setan“ yang mendiami gedung-gedung besar, seperti kantor dan lain-lain, maka sopui yang diberikan perlu lebih bervariasi lagi, agar maksud kita cepat terkabul. Sebab di kalangan “hantu blau“ kantoran itu ade pulak falsafah: kalau urusan bise dipersulet, ngape pulak dipermudah!
Pemberian tersebut dapat dimulai dari barang-barang kecil berupa jam tangan bermerek (memangnye ade jam tangan tak bemerek?), dasi berkelas, sekeponjen duet, mobil, sampai saham!
Dalam memberi ancak, juga perlu dilihat termasuk kategori kantor atau gedung apa itu. Sebab masing-masing “penunggunya“ punya kegemaran dan selera yang terkadang berbeda. Ada yang gemar menyeruput aspal, bercampur batu dan pasir. Ada juga yang gemar teler-teleran menenggak BBM, dan ada pula yang tak malu-malu: mintak mentahnye jak!
Maka dalam memberikan sesajenan ini, si “orang pintar“ perlu mengerti tentang kode-kode, istilah-istilah, atau tata cara yang baik, yang berlaku di dunia per-sopui-an!
Sebab, Mat Belatong pernah ketahuan “bodo-bale”-nya, waktu nak membuat KK (Kartu Keluarga) di sebuah kantor.
Maksud hati mau berbaik-baikan sekaligus silaturrahim, sebab di kantor itu bekerja seorang kawannya yang dulu pernah jadi “setan“ juga seperti Mat Belatong.
Untuk keperluan itu, Mat Belatong membawa kue “nage sari“ sekantong plastik.
Tahu-tahu kawannya ngomong,“Mat, Mat, daripade awak leteh-leteh membawak bende macam ini, bagos awak ngasik mentahnye jak!“
“Iyelah kalok gituk, besok jaklah ana bawakkan mentahnye!” jawab Mat Belatong sambil menenteng kembali kantong plastik tersebut. “Kuberekkan ke anak, kenyang anak-anak aku,“ ucap Mat Belatong dalam hati.
Keesokan harinya Mat Belatong menunaikan janjinya. Ia membawa: sesisir pisang nipah, sekilo tepong gendom dan setengah kilo gule paser!
Begitu menerima barang tersebut, Bujang Kambeng kawan Mat Belatong itu meledak ketawanya, sehingga membuat kantor jadi pambar. Dan orang-orang berkerumun ingin menyaksikan apa yang terjadi. Dan terlihatlah “sopui“ yang dibawa oleh Mat Belatong itu. Situasi jadi riuh-endah. Ada yang bingung dan ada pula yang berkata,“Nak jual sayok ke ape?!”
Di tengah kerumunan orang-orang itu, Mat Belatong mencoba membela diri,“Kemaren kuberek kau nage sari, kau ngomong mintak mentahnye jak! Hari ini kuberek kau mentahnye, kau ketawakkan! Sekali kambeng tetap kambeng jaklah kau ni!”
Mendengar “pledoi“ Mat Belatong itu semua yang ada di tempat itu tertawa. Ada yang sampai tekeruk-keruk ketawak, sampai beraek-aek mate, ada yang sampai tebatok-batok lalu temuntah-muntah, telior-lior!
“Kau tu yang belatong, tak pandai berobah-obah, tak ngerti istilah masa kini!” balas Bujang Kambeng.
“Jadi kau mintak ape!?” tanya Mat Belatong merah-merah muke.
“Dueeeeet!!” teriak seseorang, tak diketahui siapa orangnya. ***
YANG namanya “zaman jahiliyah“ bukan hanya pernah dialami oleh bangsa Arab, tetapi juga oleh Mat Belatong.
Bahkan bukan hanya sekadar “jahil“ tetapi seringkali Mat Belatong menjadi bangsanya “jin dan setan“. Jadi dia tahu benar barang apa yang paling disukai oleh jin dan setan. Paling tidak, barang-barang apa yang paling sering disuguhkan oleh manusia kepada mahluk-mahluk tersebut dalam bentuk ancak atau sesajenan, atau ada pula yang menyebutnya “buang-buang “.
Dalam sebuah ancak yang biasanya digantungkan pada sepotong kayu, umumnya “sopui“ yang diberikan berupa: nasi kuning, panggang ayam, sirih yang telah dikemas lengkap dengan kapur, gambir, dan pinang. Tak lupa pula: rokok daun nipah, lengkap pula dengan tembakau tepek (jawa) untuk susur atau sugi!
Kalau di tempat yang agak lapang dan dianggap ada “penunggunya“, tak jarang dihamburkan orang beras kuning bercampur duit logam.
Dan ada pula yang namanya “lanting ajong“ yang terbuat dari batang pisang, lalu dibuatkan seperti rumah-rumahan di atasnya. Di dalamnya, dimuat pula barang-barang seperti tersebut di atas. Dan biasanya nasi kuning dibentuk seperti sosok manusia yang terbaring. Dan di lanting ajong itu sangat sering ditambatkan seekor atau dua ekor ayam jantan hidup! Karena namanya juga “lanting“ maka “buang-buang“ seperti itu biasanya dihanyutkan di sungai!
Ragam lain dari perbuatan manusia untuk “nyopui“ bangsa jin dan setan adalah, menyuguhkan aneka ragam bunga, bahkan menyuguhkan kepala kambing, sapi atau kerbau. Biasanya dilabuhkan di muara sungai ataupun ditanam di dalam tanah di lubang tiang jembatan!
Dulu, Mat Belatong dan kawan-kawan sebayanya, tingkat budak-budak dan remaja tanggung, sering benar mengintai, tatkala orang memberikan sesajian itu.
Begitu si pemberi sajian pergi, kawanan “setan“ Mat Belatong Cs langsung menyerbu! Biasanya yang menjadi sasaran utama adalah ayam panggang! Termasuk duit logam, terkadang tertemu juga dengan lembaran rupiah kertas.
Dan bila melihat lanting ajong hanyut di sungai, Mat belatong bergegas membuka tali sampan lalu menyerbunya. Terkadang juga langsung buka celana dan baju, melabor ke sungai, berenang mengejar rakit-rakitan itu! Yang paling diincar, ya ayam jago itu! Tak jarang Mat Belatong Cs kecewa, karena lanting telah kosong. Ayamnya telah disikat oleh “jin dan setan“ di sebelah hulu!
Pemberian sopui kepada “jin dan setan“ itu tampak oleh Mat Belatong masih ada berlangsung hingga sekarang.
Sering terlihat bahwa barang yang diberikan itu, ya kebanyakannya masih barang-barang “kuno“ seperti itu.
Mat Belatong berpikir, padahal bangsa “jin dan setan“ juga ikut maju sesuai dengan perkembangan zaman. Selera “jin dan setan“ juga berubah.
Hal ini bisa dibuktikan. Cobalah ancak itu diisi: nasi kuning diganti dengan pizza, dunkin donat, Mac Donald. Ayam panggang diganti dengan fried chiken, rokok daun nipah diganti dengan 1-2 slop LA ataupun Wismilak. Duit juga semestinya bukan lagi duit logam dan recehan tapi duit lembaran 25 – 50-an ribu rupiah, ataupun cheque. Sedangkan kepala kambing atau sapi, sebaiknya diganti saja dengan kambing guling atau steak! Sebab betapapun juga lior budak-budak, eh “jin dan setan“, telah berubah mengikuti perkembangan zaman. Keperluan, dan harga barang juga terus meningkat!
Dan tatkala barang-barang serupa itu yang “disajikan“ niscaya ranap seketika, begitu “orang pintar“ yang melakukan upacara sesajenan meninggalkan tempat.
Untuk “jin dan setan“ yang mendiami gedung-gedung besar, seperti kantor dan lain-lain, maka sopui yang diberikan perlu lebih bervariasi lagi, agar maksud kita cepat terkabul. Sebab di kalangan “hantu blau“ kantoran itu ade pulak falsafah: kalau urusan bise dipersulet, ngape pulak dipermudah!
Pemberian tersebut dapat dimulai dari barang-barang kecil berupa jam tangan bermerek (memangnye ade jam tangan tak bemerek?), dasi berkelas, sekeponjen duet, mobil, sampai saham!
Dalam memberi ancak, juga perlu dilihat termasuk kategori kantor atau gedung apa itu. Sebab masing-masing “penunggunya“ punya kegemaran dan selera yang terkadang berbeda. Ada yang gemar menyeruput aspal, bercampur batu dan pasir. Ada juga yang gemar teler-teleran menenggak BBM, dan ada pula yang tak malu-malu: mintak mentahnye jak!
Maka dalam memberikan sesajenan ini, si “orang pintar“ perlu mengerti tentang kode-kode, istilah-istilah, atau tata cara yang baik, yang berlaku di dunia per-sopui-an!
Sebab, Mat Belatong pernah ketahuan “bodo-bale”-nya, waktu nak membuat KK (Kartu Keluarga) di sebuah kantor.
Maksud hati mau berbaik-baikan sekaligus silaturrahim, sebab di kantor itu bekerja seorang kawannya yang dulu pernah jadi “setan“ juga seperti Mat Belatong.
Untuk keperluan itu, Mat Belatong membawa kue “nage sari“ sekantong plastik.
Tahu-tahu kawannya ngomong,“Mat, Mat, daripade awak leteh-leteh membawak bende macam ini, bagos awak ngasik mentahnye jak!“
“Iyelah kalok gituk, besok jaklah ana bawakkan mentahnye!” jawab Mat Belatong sambil menenteng kembali kantong plastik tersebut. “Kuberekkan ke anak, kenyang anak-anak aku,“ ucap Mat Belatong dalam hati.
Keesokan harinya Mat Belatong menunaikan janjinya. Ia membawa: sesisir pisang nipah, sekilo tepong gendom dan setengah kilo gule paser!
Begitu menerima barang tersebut, Bujang Kambeng kawan Mat Belatong itu meledak ketawanya, sehingga membuat kantor jadi pambar. Dan orang-orang berkerumun ingin menyaksikan apa yang terjadi. Dan terlihatlah “sopui“ yang dibawa oleh Mat Belatong itu. Situasi jadi riuh-endah. Ada yang bingung dan ada pula yang berkata,“Nak jual sayok ke ape?!”
Di tengah kerumunan orang-orang itu, Mat Belatong mencoba membela diri,“Kemaren kuberek kau nage sari, kau ngomong mintak mentahnye jak! Hari ini kuberek kau mentahnye, kau ketawakkan! Sekali kambeng tetap kambeng jaklah kau ni!”
Mendengar “pledoi“ Mat Belatong itu semua yang ada di tempat itu tertawa. Ada yang sampai tekeruk-keruk ketawak, sampai beraek-aek mate, ada yang sampai tebatok-batok lalu temuntah-muntah, telior-lior!
“Kau tu yang belatong, tak pandai berobah-obah, tak ngerti istilah masa kini!” balas Bujang Kambeng.
“Jadi kau mintak ape!?” tanya Mat Belatong merah-merah muke.
“Dueeeeet!!” teriak seseorang, tak diketahui siapa orangnya. ***
( Pontianak, 15 juni 2005 ).
No comments:
Post a Comment