Selamat Datang di portal Mat Belatong

Friday, July 27, 2007

MAT BELATONG DAN PEMATUNG

Oleh A.Halim R.

SUATU hari Mat Belatong berjalan-jalan, dan tiba-tiba ia membelokkan langkahnya memasuki sebuah taman kota. Ia tertarik melihat seseorang tengah membuat patung di taman itu. Ia mendekati si pematung tersebut, yang ditemani oleh dua orang pembantunya. Mat Belatong menyalami pematung itu, dan memperkenalkan diri,“Mat Belatong!”
“Deres!“ jawab si pematung.
“Name ente ni bagos sebenarnya,“ ucap Mat Belatong,”name nabi: Idris! Tapi kenak lidah Melayu yang suke makan ikan asin, lalu jadi: Deres! Tapi tak osah awak ambek ati, maafkanlah orang-orang yang dalam ketidaktahuannya itu!“
Kemudian Mat Belatong bertanya,“Udah lamak awak jadi tukang buat patong?”
“Kurang lebeh sepuloh taonlah Bang. Saye ni ape jak saye kerjekan. Baek patong, baek taman, baek baliho, baek membuat relief, sampai ngecat atap rumah orang!” jawab si Deres .
“Pantas, pantas!“ jawab Mat Belatong. “Ente ni walaupon umor maseh mude, tapi jam terbang udah temasok tinggi. Dan ini tecermen dari hasel karya ente ini. Luar biase! Dari segi ide, sangat original! Dari segi teknik pon piawai! Ana belom pernah ketemu dengan seniman yang bise menghaselkan karya macam ente ni! Sangat luar biase, tak tepiker oleh seniman laen baek di dalam maokpon luar negeri. Bahkan Tuhan pon tampaknye ‘belom bepiker‘ untok membuat karya macam ini!“ ucap Mat Belatong.
Karya patung yang tengah dikerjakan Deres itu memang sudah mendekati selesai. Sudah bisa dilihat secara utuh. Deres sedang melakukan finishing-touch (sentuhan akhir) dalam pengecatannya saja, setelah itu beres!
Mendengar komentar Mat Belatong itu, si Deres “kembang hidongnye“. Namun seperti orang yang merendahkan diri, ia berkata,“Ndaklah Bang, saye bekarya biase-biase jak, entahlah kalau di mate orang laen jadi luar biase, syukorlah!”
“Karya biase kate kau? Kau udah membuat sesuatu yang luar biase! Ide kau hebat Deres! Membuat patong betandok rusak (rusa-pen), kepalak sapi, badan kerbau!“ ucap Mat Belatong.
Mendengar cakap Mat Belatong itu, Deres dan kawannya kaget dan tergemam.
“Pertahankan kepribadian kau dengan ide-ide yang cemerlang ini, jangan mudah terpeleset kepada ide-ide murahan dan gampangan! Selamat Deres, aku nak bejalan lok”, ucap Mat Belatong sambil menyalami Deres dan kedua temannya. Setelah itu iapun pergi .
Begitu Mat Belatong pergi, otak Deres dan kedua temannya geger alias pambar! Benarkah apa yang dikatakan oleh Mat Belatong itu?! Kalau benar berarti malapetaka! Sebab yang di-order oleh Pak Wali adalah membuat: patung rusa!
“Cobe gak kau panggel beberape orang yang tengah bejalan tu ke sinik,” ucap Deres kepada kedua temannya sambil menunjuk ke jalan raya.
Setelah terkumpul beberapa orang, Deres lalu berkata kepada orang-orang itu,”Saye mintak tolong lihat oleh Bapak-Bapak, apekah dah benar saye ni membuat patong betandok rusak, kepalak sapi, bebadan kerbau?“
Orang-orang itu mengamati dengan serius patung tersebut. Mereka coba memandang dari beberapa angle of view – sudut pandang – baik dari jauh maupun dekat. Akhirnya mereka berkata,”Sesungguhnyalah demikian!“
“ Terimak kaseh Pak,“ ucap Deres lunglai.
Esok harinya, Deres Cs bekerja keras, pahat sana, pahat sini untuk merevisi patung tersebut. Jongor dan kepala sapi coba dirampingkan, agar menyerupai kepala rusa. Demikian juga badan maupun kakinya. Hampir seminggu Deres dan kawan-kawan bekerja keras, akhirnya selesai juga.
Tatkala dilakukan finishing-touch, tahu-tahu Mat Belatong nongol lagi! Deres Cs bebar!
Setelah menyalami Deres dan teman-temannya, Mat Belatong berucap,”Benar kate aku! Kau memang hebat Deres, tak ade lawan. Kau bukan cuma pandai membentuk, tapi juga mengisi sesuatu yang hidup, yang bisa metamorphose ke dalam hasil karyamu!”
“Ape yang kutengok minggu lalu, ternyate sekarang udah berobah menjadi kambeng betandok rusak! Luar biase, luar biase! Tak mungkin dapat dilakukan oleh seniman laen!“ lanjut Mat Belatong.
“Teroskan karir kau tu Deres, jangan agik nak pindah-pindah profesi!“ tambah Mat Belatong sambil berlalu. Setelah Mat Belatong pergi, Deres Cs kembali terhenyak.
Seperti sebelumnya, mereka memanggil lagi beberapa orang yang tengah berjalan, untuk menyaksikan karya mereka.
Deres bertanya,”Adakah Bapak-Bapak melihat bahwa ini patung kambing bertanduk rusa?”
Spontan orang-orang itu menjawab,”Sesungguhnyalah demikian!“
Setelah orang-orang pergi, Deres berkata kepada teman-temannya,”Udahlah boy, daripade kenak seranah Pak Wali, daripade tak dipakai agik oleh Pak Wali, memang lebeh baek kite dikriktik Mat Belatong. Mulai besok kite rombak agik!”
Lebih kurang seminggu Deres Cs bekerja keras untuk merevisi patung itu lagi. Dan ketika Deres tengah melakukan finishing-touch terhadap patungnya, Mat Belatong muncul lagi. Kehadirannya setengah tak dikehendaki oleh Deres, tapi setengah lagi bagaikan diperlukan.
Begitu melihat patung tersebut, Mat Belatong langsung berkomentar,”Jangan tak pecayak cakap aku. Deres ni bukan sembarang seniman. Minggu lalu yang kutengok kambeng betandok rusak, sekarang ini persis macam rusak benar-benar. Minggu depan berobah jadi ape agik, hanye Deres yang tahu!“
Tiba-tiba tanpa dinyana, Pak Wali datang ke tempat itu untuk melihat barang yang di-order-nya. Mat Belatong terkejut dan langsung memberi salam,“Assalamu’alaikum Pak Wali.” Dan Pak Wali menjawab sebagaimana mestinya.
Tanpa basa-basi, Mat Belatong berkata kepada Pak Wali,”Pak, kite beruntong punye seniman macam si Deres ni. Die bukan seniman biase, tapi udah mencapai tingkat mpu atau wali. Mate ana sendirik nengok, barang yang dibuatnye bise berobah-obah! Patong ini mengalami beberape kali perobahan bentok, baruk macam rusak benar. Same dengan belatong gak, untok jadi belatong perlu mengalami beberape kali pergantian wujud, termasok perubahan habitat. Dari aek pindah ke darat, ganti kerubong, baruk terbang jadi belatong!“
Belum sempat Pak Wali menyahut, Mat Belatong terus menyambung omongannya,”Tolong Bapak piare benar-benar budak ini, jangan lepas ke orang laen. Jangan sampai dibawak ke Sarawak ataupun ke Brunei Darussalam macam para pengrajin tenun Sambas tu! Deres ni orang berilmu, orang pandai. Cume untok menutopek ketinggian maqam-nye die purak-purak jadi tukang buat patong!”
Pak Wali agak bingung juga mendengar omongan Mat Belatong. Dan ia memang tidak kenal dengan Mat Belatong.
Bagi seorang Pak Wali, memang tak perlu kenal dengan seluruh masyarakatnya. Yang penting kalau Pilkada, bisa menang. Dan ia paham, bentuk, ragam tabiat warga masyarakatnya memang bermacam-macam.
Namun terlepas dari omongan Mat Belatong, Pak Wali melihat bahwa hasil karya si Deres, memang sesuai benar dengan yang dihajatkannya. Ia puas sekali.
Dan sejak itu, entah karena omongan Mat Belatong, entah karena apa, Pak Wali benar-benar memperhatikan si Deres. Ia menyukai, memerlukan, dan menghormati Deres seperti orang Itali menghargai dan menghormati para senimannya, semisal Michel Angelo ataupun Leonardo da Vinci. Mungkin juga seperti Bung Karno dengan pelukis Dullah.
Akan halnya Mat Belatong, seminggu kemudian datang lagi ke taman kota itu, tapi ia tak menemukan Deres di tempat itu. Dan patung rusa itu masih tetap patung rusa, tidak mengalami perubahan.
“Terimak kaseh Deres,” ucapnya perlahan,”engkau telah mengajariku, memberi contoh kepadaku, mengingatkanku betapa sebuah kejadian tidak terjadi begitu saja. Tapi mengalami proses panjang. Pun begitulah yang dilakukan Allah terhadap alam semesta ini. Bangsanya dinosaurus pernah hadir di muka bumi, sosok pithecanthropus erectus pernah hadir di muka bumi ini, namun kemudian lenyap dan berganti dengan bentuk dan kehidupan lain. Begitu juga kejadian manusia, dari alam nur dibawa Jibrail ke tulang sulbi, kemudian jadi sebutir nutfah di alam rahim. Lalu jadi segumpal darah, kemudian jadi segumpal daging, dan mengalami proses perubahan bentuk 7 x setiap 40 hari di alam rahim. Orang kata: 9 bulan 10 hari! Setelah itu barulah keluar jadi anak manusia sempurna – insan kamil!“
“Bang Mat, terimak kaseh banyak Bang Mat,” tiba-tiba sebuah suara menegurnya. Tatkala ia menoleh, telah hadir Deres di tempat itu.
“Aa, kebetolan Deres, aku memang tengah encarik kau!“ ucap Mat Belatong. “Aku ade maksod membuat patong: badan manusie, kepalak kambeng, dan bersayap macam sayap belatong (capung – pen). Dibuat di depan rumah aku, biar aku dapat menyaksikan perubahan wujudnya dari hari ke hari, dan akhirnya berbentuk apa dia!“ lanjut Mat Belatong.
“Mintak ampon Bang Mat, jadi-jadilah ngerjekan saye! Dan Bang Mat pon udah memberek sesuatu yang tak ternilai buat saye, sebab Pak Wali makin baek jak dengan saye!” jawab Deres.
“Siketpon tak ade niat aku nak ngakalek awak. Aku cume nak mintak buatkan patong di depan rumah aku, dan aku membayar macam orang laen gak!” ucap Mat Belatong.
“Udahlah Bang Mat, saye mintak ampon mintak maaf, suroh orang laen jaklah!” jawab Deres .
Belum sempat Mat Belatong menjawab, Deres sudah menangkap tangan Mat Belatong dan menciumnya. “Salam’alaikom Bang Mat!“ ucap Deres lalu pergi.
“Ini die,” kata Mat Belatong berbicara sendiri,”orang pandai, berilmu tinggi, tapi tak tahu kalau dirinya berilmu dan pandai! Tangan aku pulak yang diciomnye!“ ***

( Pontianak, 27 Juni 2005

No comments: