Selamat Datang di portal Mat Belatong

Friday, July 13, 2007

MAT BELATONG DAN MIRAS

Oleh A.Halim R

MIRAS bisa membunuh, bisa membuat orang sengsara atau setengah mati, sudah pasti ! Makanan yang halal saja, bisa membunuh, apalagi yang haram.
Mau tahu contoh yang halal bisa membunuh, coba sempalkan buah durian ke mulut orang yang sehat wal afiat, tegap dan kekar, tapi penderita darah tinggi ! Umpan orang-orang hipertensi itu dengan makanan lezat: udang galah, daging kambing. Kalau tak membawa ke lubang kubur, minimal bisa membawa ke rumah sakit.
Apalagi miras, terlebih lagi miras kampungan (lokal) yang berbahan baku beras di mana proses fermentasi dan pembuatannya sama sekali tak berdasarkan kaidah ilmiah dan higiene !
Bangsa miras kampungan ini (sebut saja: arak) di tangan kedua – biasanya pembeli per jeriken - yaitu penjual arak kampilan, ditambah lagi dengan berbagai ramuan, konon untuk menimbulkan aroma harum, melezatkan, dan membangkitkan energi!
Bagaimana jika di antara ramuan itu ada bangkai, semisal anak tikus, daging anjing, ular dan lain-lain!?
“Proyek-proyek ke neraka yang ada di muka bumi ini memang harum, lezat dan membuat orang bernafsu dan bersemangat!“ gerutu Mat Belatong.
Adapun miras kampungan itu, mulai dari pembuat, peramu maupun konsumennya adalah orang-orang kecil. Miras jenis ini yang paling tingginya resikonya meracuni masyarakat di Kalimantan Barat, paling luas peredaran hingga ke kampung-kampung. Pun paling marak penggunaannya di kalangan generasi muda (yang tua tak perlu disebut: memang sudah bau tanah!)
Sebab, miras lokal ini murah meriah untuk berteler ria, paling efektif peracunannya untuk membunuh masa depan!
Mereka membuat racun, lalu mereka yang lain bersedia meminum racun untuk mencapai ekstase semu, kesenangan sesaat!
Pembuat miras, peramu miras, konsumen miras, pasti pemeluk sesuatu agama. Namun dalil agama sama sekali tak masuk ke otak mereka. Di kepala mereka, kalimat Tuhan: mantul ! Tapi mereka tidak pernah digolongkan sebagai “aliran sesat”!
Sadarkah kita, bahwa miras, madat bisa dipakai untuk “alat perang“, menghancurkan sesuatu kaum atau masyarakat, bahkan suatu bangsa!
Pernah penjajah Inggris ingin menaklukkan Cina dengan candu! Pernah para pendatang Barat ingin meracuni orang Indian dengan “air api” – miras !
Akan halnya para pemiras “kelas bawah” itu, etika minumnya pun sangat berlainan dengan pengguna miras terhormat ala Barat.
Orang Barat minum sekadar untuk menghangatkan tubuh, membantu kelancaran peredaran darah, sekadar untuk membantu pencernaan setelah makan banyak daging. Miras sekadar untuk menunjang kesehatan.
Tapi peminum kita malah berprinsip: untuk apa minum kalau ndak mabuk!
Target minumnya : teler, mabuk! Bahkan keterusan : sampai mati !
Dengan target demikian ini memang banyak hal bisa dicapai. Si penakut bisa jadi berani, si pemalu jadi bermuka tebal, si pendiam bisa jadi pengoceh, si waras bisa jadi gila babi, si frustrasi jadi bahagia, si anak jadi kucing nanjal induknya, si bapak jadi ikan gabos melahap anaknya.
Cornelia Agatha bintang filem yang berperan sebagai Sarah dalam serial Si Doel berkata : Miras itu biang kejahatan, banyak hal terjadi karenanya. Aku berharap polisi dan seluruh masyarakat bertindak tegas terhadap orang-orang yang membuat miras itu !
Kemudian Cornelia berkata lebih lanjut: Aku tak mau kelihatan tolol menenggak miras. Kita bisa kehilangan akal, lalu bicara ngawur. Kan jadi tolol!
“Benar kate kau tu Lia,” komentar Mat Belatong, “hanya orang tolol, bodo-bale, pekak-lantak, orang yang asyik di maqam jahiliyah saja yang mau minum miras ! Kalau orang pintar takkan ade! “
Sering benar Mat Belatong menyaksikan orang-orang tolol itu, duduk melingkar di depan gang, di pos ronda malam, atau di mana saja, macam komunitas sufi zaman Jalaluddin Rumi ! Tak peduli siang ataupun malam.
Di depan mereka biasanya terhidang ceret aluminium, berisi sejumlah arak kampil yang telah dicurahkan. Tak cukup dengan ramuan entah-berentah yang telah dimasukkan oleh si penjual arak ke dalam jeriken araknya, mereka tambah lagi dengan berbagai ramuan lain sesuai selera dan target yang ingin dicapai!
Agar perbuatan tolol makin sempurna, mungkin perlu pula dicoba rasanya bila ditambah dengan: endrin, roundup, baygon, potas, cuka getah, atau tembakau tepek !
Komunitas Ceret ini bukannya melantunkan zikir dan bait-bait syair cinta kepada Allah seperti halnya komunitas Rumi atau komunitas Grup Nasyid “ Debu “, tapi tepekek-jeret macam kera terjepit biji “kelampai“-nya!
Adakah mereka tengah mencari “fana” atau berada dalam keadaan “fana”, seperti yang disebut-sebut oleh sementara orang yang menyebut dirinya pengamal tarikat, atau tasawuf ?
Kalau mereka mencari “fana“ dengan miras, memang paling mudah ketemunya. Bakal merusak dan menghancurkan semua latifah (titik cakra – pusat energi) dan “syaraf Ketuhanan” yang ada di zahir-bathin-nya. Dengan miras, fana memang bermakna: pengrusakan, penghancuran ruhani dan jasmani!
Lebih dari itu, agar keadaan fana yang ditempuh bisa membuahkan jasad “putih-kuning” setelah mati - tidak cepat busuk – boleh dicoba resep : miras plus formalin !
Agar upacara ritual Komunitas Ceret ini lebih lengkap: kalau masuk liang kubur tak perlu dikucur dengan air mawar atau air zam-zam, tetapi siram dengan lonang ! Atau bekalkan dia satu jeriken arak!
Komunitas Ceret ini, menurut pengamatan Mat Belatong, bisa mencoreng keluhuran sufisme Jalaluddin Rumi, bisa menciptakan citra buruk bagi dunia tarikat dan tasawuf.
Anggur sufisme bukanlah miras, dia anggur cinta yang dikucurkan Allah dari ceret kerahiman-Nya ke sanubari hamba pilihan-Nya yang membuat pereguknya mabuk dalam cinta Ilahi!
Seyogianya, dalam hidup ini manusia perlu ingat sebuah nasihat, walaupun keluarnya dari mulut Nabi Muhammad SAW. Namun nilai pitutur ini sangat universal.
Beliau berkata: Kutinggalkan untuk kalian dua pemberi nasihat, yang berbicara dan yang berdiam diri. Yang berbicara ialah Kitab Allah, yang berdiam diri tak bersuara ialah maut.
Selaku orang Indonesia, kita semua beragama, sesuai dengan sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Mahas Esa.
Berarti kita ber-Tuhan, kita punya Kitab Suci, apapun nama kitab itu. Di situ niscaya ada peraturan, ada yang disuruh kerjakan, ada yang dilarang.
Tentang maut, apa ada orang yang ndak bisa mati? Ateis pun dia tetap jadi bangkai!
Sebuah kematian, saat sakaratul maut, hendaknya menjadi sebuah momen yang indah bagi seseorang ketika meninggalkan dunia yang penuh tipu muslihat ini! Eloknya, dilalui dengan mudah, lembut dan ringan. Penuh ketenangan, keikhlasan, kegembiraan, dan kehormatan dari Allah.
Mau melihat takar seseorang manusia, saksikan saat kematiannya, saat sakaratul mautnya. Sehebat apapun ketokohannya, sebaik apapun kelakuan dan perbuatannya di masyarakat dan mata manusia, saksikan saat kematiannya! Adakah Allah menghadiahinya dengan kemuliaan, kehormatan, atau permaluan dan penghinaan? Ini bisa tampak jelas pada saat sakaratul maut!
Apakah yang tampak ketika kita menyaksikan, orang mati dalam keadaan teler, bau nage!? Ada pula waktu mau menghabiskan nyawa menggelepar dan berbuih-buih. Ada pula tatkala sakaratul maut berlari ke sana-sini ingin memanjat dinding! Belum lagi bila “dihadiahi” kematian di kamar perselingkuhan, di rumah prostitusi, di ruang judi!
Banyak kesengsaraan dan kehinaan yang terlihat ketika orang melewati gerbang maut. Namun ada pula yang menampilkan keanggunan yang mengagumkan.
Kematian bisa datang di mana saja, kapan saja. Dan itu bukan akhir dari sebuah kehidupan. Bahkan awal dari kehidupan yang lebih lanjut!
Ragam sakaratul maut adalah gambaran dari apa yang akan dialami hari berikutnya!
Pada saat kematian atau sakaratul maut, kita akan mempertontonkan jati diri kita: terhina atau terhormat di mata Allah! Allah berbuat sekehendak-Nya, bisa mempermalukan seseorang di saat kematiannya, bisa pula menampakkan kasih-Nya!
Tentang miras, Isa putra Maryam Alaihis-Salam, pun ada berkata: Pangkal kesalahan adalah cinta kepada dunia dan wanita, sedangkan belenggu setan dan khamar (miras-pen.) merupakan kunci segala keburukan!
Untuk para pemiras dan pembuat kerusakan di muka bumi, tatkala kalimat Tuhan dan nabi tidak lagi digubris, maka dengarlah kata iblis: Aku berlepas tangan dari apa yang kamu perbuat, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah!

(Pontianak 31 Oktober 2005).

No comments: