Selamat Datang di portal Mat Belatong

Friday, July 27, 2007

HADIRKAN “SENI PUBLIK“ DI SETIAP KOTA

Oleh A. Halim R

SENI PUBLIK (Public Art) adalah karya seni yang sengaja diciptakan dan dibuat untuk masayarakat, ditempatkan di ruang kehidupan masyarakat suatu kota atau satu wilayah.
Di kota-kota di wilayah Kalbar, seni publik belum mendapat perhatian dan proporsi yang semestinya dari para pemegang kekuasaan dan kebijakan yaitu eksekutif dan legislatif. Memang ada yang telah memulainya, tapi perlu lebih dikembangkan.
Padahal, seni publik sangat dibutuhkan, antara lain untuk memberi identitas lokal, menunjang pariwisata, sarana pendidikan bagi generasi muda, pembudayaan moral manusia, dan sebagai indikasi dari sebuah masyarakat yang telah maju!
Tiadanya seni publik, atau minimnya seni publik di sebuah kota, niscaya membuat kota tersebut terasa “gersang”, suasana hati masyarakat tidak teduh, memicu keberangasan, hilang rasa memiliki, dan timbul keinginan untuk merusak.
Coreng-moreng, coret-moret di dinding dan tembok yang dilakukan sementara generasi muda, sebenarnya sebuah “protes” terhadap kegersangan sebuah kota. Sebuah kota, atau wilayah huni masyarakat, ibaratnya sebuah kanvas lukis. Tatkala yang dihadirkan di kanvas itu adalah bentuk-bentuk kaku, yang monoton dan menjemukan, niscaya timbul rasa kejenuhan dan kejemuan memandangnya. Lukisan di kanvas penaka itu, memang sepertinya tak perlu dipelihara, sebab si pelukisnya saja (pemegang kekuasaan dan kebijakan pembangunan) berbuat seenaknya! Akibatnya, maka timbullah keinginan untuk melecehkannya: Kalau tatanan kote cume macam itu, ape salahnye dicoreng-moreng, di-pylox warne-warni!
Hadirnya seni publik di sebuah kota secara memadai, tentu bisa menjadi benang merah pengikat rasa kebanggaan dan kebersamaan seluruh masyarakat. Kota yang teduh, indah dan nyaman, tentu tak ingin dirusak oleh warganya. Sebuah “pencerahan” telah terjadi karena hadirnya seni publik!
Apakah bentuk seni publik itu?
Seni publik boleh terdiri dari karya seni dua dimensi, tiga dimensi, holografi (foto yang terbuat dari sinar laser-bisa berubah-ubah), lampu hias, air mancur (muncrat), seni pertunjukan kolosal dan lain-lain.
Sifatnya, ada yang permanen, seperti: piramid, candi, museum, bangunan, gedung, taman, lingkungan fisik, jembatan, jalan, patung, pintu gerbang, mural (lukisan dinding atau tembok), relief (gambar timbul), mosaik (lukisan terbuat dari potongan keramik, ubin, kayu), dan lain-lain.
Ada yang bersifat sementara, seperti panggung terbuka (tak tertutup kemungkinan: panggung terbuka permanen), instalasi untuk festival seni budaya, billboard, baliho dan lain-lain.
Lalu ada pula bentuk seni publik yang bergerak, seperti sarana angkutan atau transportasi kota, maupun antar-daerah, baik berupa kendaraan air maupun darat. Terlebih untuk angkutan wisata.
Tatkala semuanya itu dihadirkan dengan memperhatikan aspek artistik dan memiliki ciri-ciri daerah, tentu kota dan daerah Kalbar bisa menjadi sebuah bentangan “kanvas” yang sangat indah.
Bangunan, baik rumah, rumah ibadah, pasar, mall, ruko, kios, kantor serta gedung-gedung bila diberi ciri khas daerah, antara lain ornamen tradisional Dayak dan Melayu, niscaya tak sekadar menjadi “bangunan telanjang” yang gersang.
Bangunan telanjang dan gersang yang telah kita miliki, sesungguhnya bangunan yang bersifat umum, yang bisa ditempatkan di mana saja. Di tempatkan di Australia, di Hongkong pun tak ada masalah. Sebab tak berciri khas daerah, hanya sekadar bangunan “globalisasi” yang bisa ditemukan di mana-mana.
Para arsitek dan pemegang kekuasaan perlu punya visi, bagaimana kita membuat sebuah gedung, sebuah bangunan, sebuah mall, yang hanya cocok untuk ditempatkan di daerah ini. Sebab bangunan tersebut berciri khas daerah Kalbar, tidak cocok bila berada di tempat lain! Hanya dengan cara ini kita membuat daerah kita, kota kita menjadi kota yang punya ciri tersendiri di dunia, kota yang eksotik!
Demikian pula dengan sarana lainnya, semisal sampan tambang, speedboat tambangan,
motor klotok, kapal bandong, oplet maupun bus! Termasuk juga dalam membuat jembatan. Jangan hanya faktor fungsinya saja yang diutamakan, tetapi juga nilai-nilai estetisnya. Poleslah, berilah “aksesoris“ yang memiliki unsur-unsur seni. Sehingga sebuah sampan, sebuah jembatanpun bisa menyejukkan perasaan warga, bisa menghanyutkan warga untuk menjadi manusia beradab, punya rasa kemanusiaan yang tinggi, halus budi pekertinya. Demikian juga dengan jalan taman ataupun trotoar. Hiasilah dengan mosaik warna-warni berciri khas daerah. Trotoar dari paving block, tanpa penambahan biaya, bisa dibuat menjadi trotoar yang bagus: trotoar khas daerah Kalbar. Tinggal memasukkan zat pewarna tatkala paving block tersebut dibuat. Kemudian tatalah dengan motif-motif tertentu.
Eksekutif dan legislatif perlu merancang kebijakan, baik berupa saran, himbauan, pedoman, peraturan, keputusan dan prosedur untuk kita mewujudkan hadirnya seni publik di kota-kota di daerah ini.
Patok-patok kilometer di sepanjang jalan antarkota, bisa dibuat berciri khas masing-masing. Bisa berbentuk patung sedernana, balok berukir, atau bentuk lainnya. Sehingga ketika kita memasuki wilayah Kapuas Hulu misalnya, patok kilometernya lain dengan yang ada di wilayah Kabupaten Sintang. Begitu pula dengan patok kilometer yang ada di daerah Kab Sambas dan Bengkayang. Alangkah indahnya. Alangkah uniknya Kalbar. Betapa pula bila pintu gerbang batas wilayah kabupaten dibuat bersama dengan dana bersama, tentu kemegahannya akan menjadi lebih nyata.
Arsitektur bangunan, jembatan, pintu gerbang dan lain-lain, boleh modern, namun poleslah dengan ornamen, atau mural, atau mosaik berciri khas daerah. Demikian juga taman, hadirkan “petak alam daerah”, tambah dengan patung, totem yang ada kaitannya dengan Kalbar.
Sebuah patung ataupun monumen, sangat baik bila menampilkan figur-figur “legendaris” berbentuk manusia, simbol-simbol etnik, maupun keakraban etnik. Sosok binatang-binatang langka khas Kalbar, pun perlu ditampilkan dan tersebar di berbagai penjuru kota, diberi keterangan: nama, nama ilmiah (Latin) ataupun sedikit keterangan lain. Namun, kecuali menampilkan patung atau monumen yang naturalis, juga bagus ditampilkan patung-patung yang ekspresif yang punya ciri khas daerah yang kuat.
Pada FBBK (Festival Budaya Bumi Khatulistiwa) September 2005 lalu di Gedung PCC Pontianak, saya melihat karya-karya patung yang ekspresif muncul di stand pameran Sintang dan Landak! Patung-patung serupa itu, bila dibuat dalam bentuk yang besar – bisa dari bahan semen – sangat original dan kuat untuk menghiasi kota-kota di daerah ini.
Daerah Melawi, artis pemahatnya pun tampak kuat sekali dalam menampilkan ornamen timbul (relief) pada “mandau raksasa”-nya. Ornamen-ornamen penaka itu sesungguhnya mampu tampil untuk monumen berbentuk pilar-pilar tunggal – Dayak Round Pole -- (tiang pantar – tiang sandong) dalam ukuran besar, ataupun sebagai pilar pintu gerbang!
Tatkala kebijakan berseni publik ini dilakukan oleh setiap gubernur, setiap walikota, setiap bupati di daerah ini secara berkesinambungan, tentu wajah Kalbar dalam 10 tahun mendatang akan lain! Tatkala dianggarkan setiap tahun harus hadir sebuah monumen atau sebuah taman, atau sepetak “water front“ di tiap-tiap kota di daerah ini, berarti kita telah beranjak menapaki jalan masyarakat berbudaya!
Anggota masyarakat yang mampu, pengusaha, sangat diperlukan untuk membantu kehadiran seni publik di daerah ini. Tatkala membangun rumah, taman, buatlah yang memiliki ciri khas daerah Kalbar. Setidaknya ada sentuhan seni, bisa berupa ornamen, relief, mosaik, ataupun ukiran kerawang. Begitu pula ketika membangun ruko, kios, bahkan pagar rumah !
Seandainya (mudah-mudahan tidak) terjadi kerusuhan di sebuah kota, niscaya sesuatu yang memiliki unsur seni publik, tak akan gampang dirusak atau dibakar massa. Sebab, ada rasa ikut memiliki, ada simbol-simbol di sana!
Beberapa elemen memang terlibat dalam pembangunan seni publik ini. Antara lain artis (pekerja seni), arsitek, juru desain, warga masyarakat (artisan: penggemar seni), pengusaha, maupun pihak pemerintah.
Roma, Paris, telah menata seni publik-nya sedemikian rupa, sejak berabad lampau, secara berkesinambungan dari satu raja ke raja lainnya. Dan kini seluruh masyarakat dunia mengaguminya, atau bisa menikmatinya!
Di Pontianak, bangunan GOR Pang Suma, Gedung Kartini, Kantor Gubernur, Gedung PCC, terasa sebagai sesuatu yang belum selesai sempurna. Ibarat baju dan celana telok belanga, ia dibiarkan polos. Tentu pakaian adat Melayu itu akan lebih anggun, bila di bagian kaki celana diberi bersulam, pergelangan tangan diberi bersulam, demikian juga leher dan dada! Tanjak di kepala, bukan cuma sekadar kain kosong polos, tentu lebih indah bersulam atau diberi pernak-pernik. Dan kain setengah tiang di pinggang, niscaya terasa hampa, bila hanya kain polos begitu saja. Tentu lebih gemerlap, dan marwah Melayu jadi terangkat kentara manakala menggunakan kain tenun bertabur motif benang emas atau kalengkang.
Sesungguhnya demikian pula yang perlu terjadi pada bangunan dan gedung di daerah ini. Dinding-dinding polos, akan menjadi lebih memikat dan punya identitas, bila diberi sentuhan seni seperti ornamen dan lain-lain. Contoh yang baik antara lain, gedung Kantor PLN di Jalan A.Yani Pontianak. Biarpun sedikit, namun nuansa Kalbarnya terasa menyentuh!
Dalam menggunakan hiasan bermotif burung enggang, seyogianya perlu dimengerti bahwa ada dua jenis enggang yang derajatnya setara dalam mitos tradisional Dayak.
Pertama, Enggang Gading (Rhinoplax vigil, Iban: Tajai) yang menjadi maskot daerah Kalbar. Enggang Gading (Kalbar), mahkota di kepalanya papak macam helm, sehingga disebut pula: Helmeted Hornbill.
Kedua, Enggang Badak (Buceros rhinoceros, Iban: Kenyalang) yang menjadi “Burong Negeri“ atau State Bird of Sarawak: burung Lambang Negeri Sarawak! Kenyalang sangat dilindungi di Sarawak, yang membunuhnya bisa mendapat hukuman.
Enggang Badak (Sarawak), mahkota di kepalanya mencuat ke atas bagaikan cula badak, sehingga disebut pula: Rhinoceros Hornbill. Oleh seniman tradisional Iban yang kreatif, cula itu distilir, bahkan dibuat menjadi “bergulung”.
Dan hiasan enggang yang bertengger di atas atap Kantor Pelni di Jalan Sultan Abdurrahman Pontianak itu, adalah Enggang Badak, Burong Negeri Sarawak! Desain yang diterapkan di situ, pun desain: Lambang Museum Negeri Sarawak!
Dalam menciptakan seni publik di daerah ini, memang diperlukan artis atau pekerja seni yang piawai, dan cukup paham terhadap tradisi seni budaya yang ada di daerah ini.
Mari berbuat, dan wariskanlah berbagai karya seni publik untuk generasi mendatang, sebagai pertanda bahwa kita pernah hidup! ***
( Pontianak, 3 Oktober 2005 )

No comments: