Selamat Datang di portal Mat Belatong

Saturday, September 22, 2007

Mat Belatong dan Kurma


Oleh A.Halim R

KARENA hidupnya bersahaja, Mat Belatong tak pernah berkeinginan yang “neka-neka”. Bahkan untuk makan sehari-hari saja, ia tidak ingin mengatur istrinya untuk membeli ini dan itu untuk lauk-pauk mereka. Tatkala ada sesuatu keinginan yang berkenaan dengan makanan yang terbit dari seleranya, ia segera membunuhnya dan melupakannya. Kendati bukan orang Arab, ia menyenangi buah kurma – tanpa pernah mengatakannya kepada seseorang pun – melainkan hanyalah setelah tulisan ini.
Suatu hari, ia mendapat dua kotak (kemasan) buah kurma dari Bujang Rambo. Bagus, empuk dan tidak lengket.
Setelah memakan beberapa butir kurma itu, ia berkata kepada istrinya,”Korme ni bagos.Tengok mereknye, tengok di mane Bujang tu beli.”
Nurlaila istrinya mengamati kemasan kurma itu. Ada tertera harga Rp 6.000,- ada merek Mall Mataso!
Cerita kurma yang satu ini selesai tak berbuntut, sampai kurma itu pesai dimakan Mat Belatong 4 – 5 butir sehari. Hari-hari selanjutnya tak ada kurma yang muncul! Ada sesuatu yang tak koneks: tak nyambung. Padahal tatkala mengatakan kalimat tersebut kepada istrinya, di hati Mat Belatong: ada “udang di balik batu”. Maksudnya: Cobe gak beli korme macam ini untok aku!
Ia “menyembunyikan” kehendaknya, keinginannya, dengan kalimat seperti itu. Tidak berkata langsung: Beli korme yang macam ini untok aku!
Bahwa kemudian ternyata tak sebutir kurma pun yang dibelikan istrinya, bahwa “kalimat terselubung”-nya tak nyambung: tak ada urusannya lagi. Itu urusan Allah! Biarlah ia “terliur-liur”, itu pun Allah yang mengatur!
Beberapa hari sebelum tanggal 1 Ramadan 1428 H, Mat Belatong kedatangan tamu H Amrannurrahim Al-Ayyubi, abang sepupunya. Pembaca jangan panik, kalau mendengar Mat Belatong bersepupu dengan seorang zuriat Al-Ayyubi yang seakan masih bernasab dengan seorang panglima perang Islam masa lampau: Salahuddin Al-Ayyubi. Sebab Mat Belatong sendiri kalau ditelusur-galur bernama:Ahmad ibnu Ramli Al-Rasyid! Seakan masih punya alur kekeluargaan dengan Sultan Harun Al-Rasyid – Khalifah Baghdad – yang sering “dialoi” oleh Abu Nawas! Masalah ini tak perlu dipusingkan, sebab nasab dan nasib orang memang bermacam-ragam. Dan bukankah semua manusia itu tergolong: Bani Adam!? Termasuk Bani Israil, yang tukang bunuh orang Palestina itu.
Kembali ke kurma, gesah punya gesah akhirnya pembicaraan antara Al-Ayyubi dan Al-Rasyid sampai ke soal puasa, pasar juadah, dan berbuka puasa. Mat Belatong Al-Rasyid menyinggung, betapa dalam kehidupan sehari-harinya ia selalu berperang melawan hawa nafsu. Sehingga tak aneh bila selalu: tutup pintu! Takut nafsu nyelonong masuk! Si nafsu itu memang benar: musuh manusia nomor satu! Sampai-sampai ia sendiri tak ingin memasukkan “keinginan”-nya ke dalam daftar menu sehari-hari di rumah mereka, apalagi menu untuk berbuka puasa.
“Aek puteh…pon jadilah,” ucapnya. Padahal tatkala mengucapkan kalimat ini, ada keinginannya untuk menambah pula dengan: 2 – 3 butir kurma. Tapi “kurma” tak dilisankannya, cuma ada di dalam hati. Ia membunuh keinginannya, karena tak ingin memperturutkan “nafsu”-nya berbuka puasa dengan buah kurma.
Tak sampai satu jam setelah Al-Ayyubi pulang, Mat Belatong kedatangan tamu: Jamil Al-Beting (dari: Kampung Beting!). Kedatangannya hanya sekadar mengantar sebuah kotak yang berisi: kurma!
Mat Belatong terperangah menyaksikan “kerja Allah”. Berkali-kali terbukti, bila ia membunuh kehendak seleranya untuk memakan sesuatu: Allah “mengupah”-nya dengan sesuatu itu! Sesuatu mendatanginya tanpa perlu dicari dan dibeli!
Usai salat isyak, Mat Belatong membuka kotak kurma tersebut dan memakan beberapa butir. Alamak, kurma yang sangat bagus: lunak dan lemak! Daging buahnya tebal dan tidak lengket. Serasa kurma Madinah!
Mat Belatong mengamati kotak kurma yang berukuran sekitar 23 x 10 x 4,5 cm itu. Di kemasannya tertulis besar: Bamdates. Di salah satu sisinya tertulis: No Preservatives, No Additives, Packed & Exported by Badr Day Co – Tehran, Iran! Wow, ia telah mendapat kurma dari negeri para Mullah dan Ayatollah!
Mat Belatong segera menghubungi Jamil Al-Beting lewat telepon. “Mel, di mane awak beli korme tu Mel!?” tanyanya. Jamil bertanya,”Ngape Bang Mat?” Mat Belatong menjawab,”Korme tu bagos, lemak sekali. Di mane aku bise beli, berape hargenye?”
Dari seberang Jamil menjawab,”Bang Mat perlu berape banyak? Korme tu sengaje didatangkan oleh Abdurrahman.”
“Abdurrahman Faloga yang ngajar tasawuf tuke?” tanya Mat Belatong. “Iye Bang Mat,” jawab Jamil.
Kemudian, seperti enggan menyebutkan harga barang pemberiannya, Jamil berucap,”Hargenye Rp 40 ribu sekotak. Bang Mat perlu berape kotak, biar saye belikan.”
Mendengar jawaban demikian dari Jamil, Mat Belatong berucap,”Sekotak agiklah untok aku bebukak puase.” Jamil membalas,”Aa, nantik saye antarkan.”
Setelah dialog dengan Jamil Al-Beting itu usai, beberapa saat kemudian Mat Belatong berpikir keras. Hatinya gelisah: ternyata ia telah merancang tentang sesuatu yang hendak dimakannya tatkala berbuka puasa. Itu tidak boleh terjadi! Ia khawatir, puasanya hanya membuahkan: lapar, dahaga dan letih belaka!
Daripada berlarut-larut diliputi kebimbangan, ia kembali menghubungi Jamil. “Mel, soal korme tu lupakkan jak. Jangan beli agik!” ucap Mat Belatong. Agak kaget Jamil menjawab,”Ngape pulak Bang Mat?”
Mat Belatong berucap,”Sekotak yang tadik hadiah dari Allah lewat perantaraan awak. Sedangkan pesanan aku, berasal dari nafsu! Aku tak akan memperturotkan nafsu. Cukoplah sekotak itu bagiku.” Jamil yang paham dengan tabiat Mat Belatong menjawab,”Iyelah kalau begitu.”
Setelah itu Mat Belatong merasa lega, tiada beban dalam menjalani Ramadan. Ia serahkan semua persoalannya kepada Allah. ***

Pontianak, 15 September 2007 ).
Tegur-sapa: Telf (0561) 771770 – HP 085252000995

Versi cetak muat di Borneo Tribune, Minggu 16 September 2007

No comments: